Jumat, 10 Februari 2012


HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN
KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN DI RUANG INAP
DI RSUD BANJARBARU


Usulan Penelitian
Diajukan guna menyusun Karya Tulis Ilmiah untuk memenuhi
sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat


Diajukan Oleh :
Atik Cimi
I1B109213

Description: Logo Unlam Warna NN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
BANJARBARU
Desember, 2011



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Hipertensi saat ini, masih merupakan masalah kesehatan serius di seluruh dunia. Tingginya morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi hipertensi menyebabkan prevalensi hipertensi semakin meningkat, sedikitnya penderita yang mendapatkan terapi adekuat, masih banyaknya penderita yang tidak terdeteksi (Yogiantoro, 2006).
Data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 972 juta (26,4%) penduduk dunia menderita hipertensi dan angka tersebut kemungkinan meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju sedangkan 639 juta sisanya berada di negara berkembang. Di Indonesia, pada tahun 2007, prevalensi hipertensi di daerah urban dan rural berkisar antara 17-21%. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya. Padahal hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung, otak, syaraf, kerusakan hati, dan ginjal sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit (Yogiantoro, 2006; Misbach, 2007).
Hipertensi sebenarnya merupakan penyakit yang dapat dicegah bila faktor risiko dikendalikan. Beberapa faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah antara lain: 1) pola hidup seperti merokok, asupan garam berlebih, obesitas, aktivitas fisik, dan stres, 2) faktor genetis dan usia, 3) ketidakseimbangan antara modulator vasokontriksi dan vasodilatasi, serta 4) sistem renin, angiotensin, dan aldosteron (Yogiantoro, 2006).
Merokok merupakan salah satu kebiasaan  hidup  yang  dapat mempengaruhi tekanan darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa bagian tubuh akan mengalami penyempitan (Wardoyo, 1996). Menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh  zat-zat yang terkandung dalam asap rokok.   Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, antara lain Karbon Monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok dan dapat  menyebabkan  pembuluh  darah kramp,  sehingga  tekanan  darah  naik, dinding pembuluh darah dapat robek (Suparto, 2000:74). Gas CO dapat pula menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh   termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Nikotin dapat merangsang peningkatan tekanan darah dan juga mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding pembuluh darah (G.Sianturi, 2003:12).
Meski semua orang mengetahui akan bahaya yang ditimbulkan akibat komsumsi tembakau tetapi komsumsi tembakau tidak pernah surut hal ini terbukti dari tingkat konsumsi rokok di Indonesia menempati urutan tertinggi kelima atau termasuk lima besar dunia. Prevalensi merokok dikalangan orang dewasa, remaja dan anak-anak meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan prevalensi perokok anak usia 13-15 tahun mencapai 26,8 % dari total populasi penduduk Indonesia, 234 juta jiwa (Syarbaini, 2007).
Dalam penelitian ini faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas yang akan diteliti adalah kebiasaan merokok yang pada   umumnya terdapat pada laki-laki. Pada penelitian ini responden yang diambil sebagai sampel adalah laki-laki usia 40 tahun ke atas perokok sehingga dapat diperoleh perbedaan yang jelas mengenai perilaku merokok menurut jenis, jumlah, lama, dan cara merokok. Responden yang tidak merokok dan mengalami hipertensi tidak dijadikan sampel, karena kemungkinan hipertensi disebabkan karena  faktor  lain,  sehingga  tidak  diperoleh  indikator  perilaku  merokok  yang dapat menyebabkan hipertensi.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan kebiasan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Adakah hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru”?.

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di   Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui hubungan jenis rokok yang dihisap dengan risiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di  Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.
b.      Untuk mengetahui hubungan jumlah rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di  Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.
c.       Untuk mengetahui hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di  Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.
d.      Untuk mengetahui hubungan lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di  Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Badan Rumah Sakit Daerah M.M Dunda Limboto dalam menangani pasien yang menderita hipertensi. Selain itu dapat  dijadikan  sebagai  bahan  masukan  dalam  menyusun  kebijaksanaan  yang dapat mencegah kejadian hipertensi pada masyarakat sekitar wilayah kerja rumah sakit.
2.      Bagi Penelitian
Diharapkan penulis mampu menerapkan disiplin ilmunya di lapangan khususnya dalam materi Epidemiologi penyakit tidak menular.

3.      Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi masyarakat agar meminimalkan konsumsi merokok untuk menghindari kejadian hipertensi pada laki-laki di usia 40 tahun ke atas.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Hipertensi
1.      Definisi
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg (Sugiharto, 2007).
Tekanan darah tinggi adalah tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 150-180 mmHg. Tekanan diastolik biasanya juga akan meningkat dan tekanan diastolik yang tinggi misalnya 90-120 mmHg atau lebih, akan berbahaya karena merupakan beban jantung (Sugiharto, 2007).
Menurut WHO yang dikutip oleh Slamet Suyono (2001:253) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg) (Sugiharto, 2007).

2.      Patogenesis Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama (Anggraini et all, 2009).  
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Anggraini et all, 2009).
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini et all, 2009).
Gambar 2.1 Patofisiologi hipertensi
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Anggraini et all,  2009).  
 
Gambar 2.2 Perjalanan alamiah hipertensi primer yang tidak terobati

3.      Jenis
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang 90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10 % dari seluruh hipertensi (Sugiharto, 2007).


a. Hipertensi Primer
Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan).
b. Hipertensi Sekunder
Artinya penyebab boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi sekunder seperti : hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik.

4.      Gejala Klinis Hipertensi
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa (Sugiharto, 2007):
a.       Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium.
b.      Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c.       Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d.      Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e.       Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

5.      Diagnosis Hipertensi
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan (Sugiharto, 2007):
a.       Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
b.      Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.
            Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran (Sugiharto, 2007).

6.      Faktor Risiko Hipertensi
      Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas (Sugiharto, 2007):
a.  Faktor yang Tidak Dapat Diubah / Dikontrol
1)  Umur
2)  Jenis kelamin
3)  Riwayat keluarga
4)  Genetik
b.  Faktor yang Dapat Diubah / Dikontrol
      1)  Kebiasaan merokok
      2)  Konsumsi asin/garam
7. Komplikasi
            Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan risiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun (Anggraini et all, 2009).

B.     Rokok
1.      Rokok
            Asap rokok merupakan salah satu polutan udara paling penting dalam rumah. Asap rokok merupakan campuran kompleks lebih dari 2000 senyawa yang berbeda termasuk oksidan (Rusznak, 2003).
            Rokok menurut Peraturan Republik Indonesia No. 19 tahun 2003 adalah hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau bentuk lainnya. Rokok dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintesis yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Depkes, 2003).

2.      Kandungan Rokok
            Tembakau mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada tembakau adalah tar, nikotin, dan CO. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracunnya. Zat-zat beracun yang terdapat dalam tembakau antara lain(Gondodiputro, 2007):

1.      Karbon Monoksida (CO)
            Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang/ karbon. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah Co dan bukan oksigen.
2.      Logam
            Logam yang terdapat pada asap rokok adalah cadmium (Cd), antimony (Sb), barium (Ba), beryllium (Be), cesium (Cs), cobalt (Co), timbal (Pb), merkuri (Hg), molybdenum (Mo), platinum (Pt), thallium (TI), tungsten (W), dan arsen (Ar). Beberapa logam seperti timbal dan cadmium bersifat toksik dan dapat terakumulasi dalam tubuh. Kadmium dapat menyebabkan kematian sel neuron kortikal.  
3.      Nikotin
            Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0.5 - 3 nanogram, dan semuanya diserap sehingga di dalam cairan darah ada sekitar 40-50 nanogram nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin merupakan komponen karsinogenik. Hasil pembusukan panas dari nikotin seperti dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosaminelah yang bersifat karsinogenik. Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia.
4.      Tar
            Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0.5-35 mg/ batang. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru-paru.
5.      Fenol
            Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein sehingga menghalangi aktivitas enzim.

3.      Kebiasaan Merokok
            Pada umumnya penduduk Indonesia mulai mengkonsumsi rokok pada usia muda, yaitu 41,5% pada usia 15-22 tahun; 31,0% pada usia 10-17 tahun, dan 11% pada usia dibawah 10 tahun. Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia dan secara luas menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. (Suhardi, 1995).
            Hasil  analisis  menunjukkan  bahwa  hasil  prevalensi  perokok secara nasional sekitar 27,7%. Prevalensi perokok ini khususnya laki-laki mengalami kenaikan menjadi 54,5%.  Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu 2% pada tahun 1995 menjadi 1,2% pada tahun 2001. Prevalensi kesehatan mantan perokok relatif kecil baik secara keseluruhan (2,8%) maupun pada laki-laki dan perempuan (5,3%) pada laki-laki dan 0,3% pada perempuan (Saleh, 2010).
            Dari survei secara nasional juga ditemukan bahwa laki-laki remaja banyak yang menjadi perokok dan hampir 2/3 dari kelompok umur produktif adalah perokok.  Pada pria prevalensi perokok tertinggi adalah  umur 25-29 tahun.  keadaan ini terjadi karena jumlah perokok pemula jauh lebih banyak dari perokok yang berhasil berhenti merokok   dalam satu rentan   populasi penduduk. Sebagian perokok mulai merokok pada umur < 20 tahun dan separuh dari laki-laki umur 40 tahun ke atas telah merokok tiga puluh tahun atau lebih, lebih dari perokok menghisap minimal 10 batang perhari, hampir 70% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum mereka berusia 19 tahun   (Saleh, 2010).
            Rata-rata merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh   faktor   psikologis   meliputi   rangsangan   sosial   melalui   mulut,   ritual masyarakat, menunjukkan kejantanan, mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri.  Selain faktor psikologis juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung  rokok seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin (Saleh, 2010).
a.      Kategori Merokok
            Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok. Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri, banyak penyakit yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan paparannya, perokok terbagi menjadi dua, yaitu (Rahmatullah, 2006):
1.      Perokok aktif, yaitu individu yang merokok tembakau atau lintingan tembakau.
2.      Perokok pasif, yaitu individu yang tidak merokok tetapi mengisap udara yang mengandung asap rokok.
b.      Jumlah Rokok yang Dihisap
            Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari.  Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu (Saleh, 2010):
1)      Perokok Ringan, disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.
2)      Perokok Sedang, disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang per hari.
3)      Perokok Berat, disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang.

4.      Lama Menghisap Rokok
            Menurut Bustan (1997, 124) merokok dimulai sejak umur < 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja, merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat arterosklerosis. Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Saleh,  2010).

5.      Cara Menghisap Rokok
            Menurut Bustan (1997:124), cara manghisap rokok dapat dibedakan menjadi (Saleh, 2010):
1)      Begitu menghisap langsung dihembuskan (secara dangkal).
2)      Ditelan sampai ke dalam mulut (dimulut saja).
3)      Ditelan sampai di kerongkongan (isapan dalam).
4)      Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
6.      Jenis Rokok yang  Dihisap
            Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatnya yaitu tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkeh dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok. Selain itu juga masih ada beberapa jenis rokok yang dapat digunakan yaitu rokok linting, rokok putih, rokok cerutu, rokok pipa, rokok kretek, rokok klobot dan rokok tembakau tanpa asap (tembakau kunyah) (Saleh, 2010).

C.    Dampak Tembakau Pada Kesehatan
1.   Efek Tembakau Terhadap Susunan Saraf Pusat
            Nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan tremor tangan dan kenaikan berbagai hormone dan neurohormon dopamine di dalam plasma. berdasarkan rangsangannya terhadap “chemoreceptors trigger zone” dari sumsum tulang belakang dan stimulasinya dari refleks vagal, nikotin menyebabkan mual dan muntah. Di lain pihak, nikotin itu diterima oleh reseptor asetilkolin nikotinik yang kemudian membaginya ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan rasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya, perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan serotonin. meningkatnya serotonin menimbulkan rangsangan senang sekaligus mencari tembakau lagi.Efek dari tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya rangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungs psikomotor (Gondodiputro, 2007).

2.      Penyakit Kardiovaskuler
            Pada seseorang yang merokok, asap tembakau akan merusak dinding pembuluh darah. Kemudian, nikotin yang terkandung dalam asap tembakau akan merangsang hormon adrenalin yang akibatnya akan mengubah metabolisme lemak dimana kadar HDL akan menurun. Adrenalin juga akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh darah. Demikian pula faktor stress yang akhirnya melalui jalur hormon adrenalin, menyebabkan proses penyakit jantung koroner terjadi sebagaimana asap tembakau. Seseorang yang stress yang kemudian mengambil pelarian dengan jalan merokok sebenarnya sama saja dengan menambah risiko terkena jantung koroner. Sekitar 90% penderita artritis obliteran pada tingkat III dan IV umumnya akan terkena penyakit jantung. Oleh karena proses penyempitan arteri koroner yang mendarahi otot jantung, maka ketidakcukupan antara kebutuhan dengan suplai menimbulkan kekurangan darah (ischemia). Bila melakukan aktifitas fisik atau stress, kekurangan aliran meningkat sehingga menimbulkan sakit dada. Penyempitan yang berat atau penyumbatan dari satu atau lebih arteri koroner berakhir dengan kematian jaringan/ Komplikasi dari infark miokard termasuk irama jantung tidak teratur dan jantung berhenti mendadak. Iskemia yang berat dapat menyebabkan otot jantung kehilangan kemampuannya untuk memompa sehingga terjadi pengumpulan cairan di jaringan tepi maupun penimbunan cairan di paru-paru. Orang yang merokok lebih dari 20 batang tembakau/hari memiliki risiko 6x lebih besar terkena infark miokard dibandingkan dengan bukan perokok. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama dari kematian di negara-negara industri dan berkembang, yaitu sekitar 30% dari semua penyakit jantung berkaitan dengan metembakau (Gondodiputro, 2007).
3.      Arteriosklerosis
            Merokok merupakan penyebab utama timbulnya penyakit ini, yaitu menebal dan mengerasnya pembuluh darah. Arteriosklerosis menyebabkan pembuluh darah kehilangan elastisitas serta pembuluh darah menyempit. Arteriosklerosis dapat berakhir dengan penyumbatan yang disebabkan oleh gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah. Wanita yang merokok dan menggunakan pil kontrasepsi mempunyai kemungkinan untuk menderita penggumpalan pembuluh darah sekitar 10% (Gondodiputro, 2007).
            Dari 100 pasien yang menderita gangguan sirkulasi pada tungkai bawah (Arteriosklerosis Obliteran), 99 diantaranya adalah perokok. Ada empat tingkat gangguan arteriosklerosis obliteran, yaitu (Gondodiputro, 2007):
·         Tingkat I : Tanpa gejala
·         Tingkat II : kaki sakit saat latihan, misalnya berjalan lebih dar 200 m dan kurang dari 200 m. Keluhan hilang bila istirahat
·         Tingkat III : keluhan timbul saat istirahat umunya saat malam hari dan bila tungkai ditinggikan.
·         Tingkat IV : Jaringan mati. Dalam stadium ini tindakan yang mungkin adalah
amputasi. Jika penyumbatan terjadi di percabangan aorta daerah perut akan menimbulkan sakit di daerah pinggang termasuk pula timbulnya gangguan ereksi.

4.      Chronic Obstructive Pulnomary Diseases (COPD)
            Kebiasaan merokok mengubah bentuk jaringan saluran nafas dan fungsi pembersih menghilang, saluran membengkak dan menyempit. Seseorang yang menunjukkan gejala batuk berat selama paling kurang 3 bulan pada setiap tahun berjalan selama 2 tahun, dinyatakan mengidap bronchitis kronik. Hal tersebut terjadi pada separuh perokok diatas umur 40 tahun. Bronkus yang melemah kolaps sehingga udara tidak bisa disalurkan dan alveoli melebar menimbulkan empisema paru-paru. Kerusakan saluran napas umumnya dan paru-paru pada khususnya tersebut dipengaruhi oleh beberapa mekanisme di bawah ini sehingga terjadi penyakit paru obstruksi kronik.

a.  Cedera Akibat Oksidasi
1). Oksidasi Langsung
            Fase tar mengandung kuinon, radikal bebas semikuinon dan hidrokuinon dalam bentuk matriks polimer. Fase gas mengandung nitric oxide. Senyawa ini dapat mengubah oksigen menjadi radikal bebas superoksida dan selanjutnya menjadi radikal bebas hidroksil yang sangan merusak.
2). Oksidasi Pada Cell-mediated
            Asap tembakau mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil dan makrofag secara nyata pada petembakau yang secara normal tidak terjadi pada bukan petembakau. Neutrofil dirangsang untuk melepas protease dan oksigen dari radikal bebas. Petembakau mengalami penurunan kadar vitamin E pada cairan alveolar, penurunan konsentrasi vitamin C dalam plasma dan peningkatan superoksida dismutase (SOD) serta aktivitas katalase dalam makrofag secara mencolok.
b. Aktivasi Imunologik
            Perokok mengalami peningkatan kadar immunoglobulin E serum. Toksisitas dan kerusakan sel akibat oksidasi menimbulkan kerusakan permeabilitas sel mukosa saluran napas, sehingga memudahkan allergen untuk merangsang sel menjadi aktif secara imunologik. Merokok akan meningkatkan aktivitas subsets limfosit T untuk menghasilkan interleukin-4, suatu sitokin yang merangsang pembentukan Imunoglobulin E.

D.    Hubungan   Kebiasaan   Merokok   dengan   Kejadian Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah salah satunya adalah kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok. Hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Saleh, 2010).
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. Selain zat CO asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, dan gangguan irama jantung (Saleh, 2010).
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A.    Landasan Teori
            Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat. Manifestasi klinis hipertensi berupa nyeri kepala saat terjaga, penglihatan kabur, nokturia, edema dependen, dan terjadi ketidakseimbangan saat berjalan (Sugiharto, 2007).  
Menghisap sebatang rokok berpengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah  atau hipertensi. Disebabkan karena gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah “kramp” sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek (Suparto, 2000).

Jenis Rokok

Alur kerangka berpikir:
 

                                   
Lama Menghisap Rokok

Cara Menghisap Rokok


Jumlah Rokok

Kejadian Hipertensi
 







Gambar 1. Kerangka Berpikir
Keterangan :


                        : Variabel Independent


                        :  Variabel dependent

B.     Hipotesis
            Hipotesis pada penelitian ini adalah:
a.       Ada hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di  Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.
b.      Ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di  Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.
c.    Ada hubungan antara lama kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.
d.         Ada hubungan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di  Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.







BAB IV
METODE PENELITIAN

A.    Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross-sectional.

B.     Populasi dan Sampel
            Populasi dari penelitian ini adalah pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Daerah Banjarbaru.
Subjek penelitian adalah seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Daerah Banjarbaru yang memenuhi kriteria-kriteria (inklusi):
1.      Pasien memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) yang  berusia 40 tahun ke atas.
2.      Pasien yang merokok ≥ 1 tahun.
3.      Pasien yang setiap hari merokok dengan jumlah ≥ 1 batang.
4.      Bersedia mengisi kuesioner secara lengkap.
            Kriteria ekslusi:
1.      Pasien hipertensi tidak merokok.
2.      Bersedia mengisi kuesioner secara lengkap.

C.    Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini berupa
a.       kuesioner.
b.      Rekam medis
D.    Variabel Penelitian
1.      Variabel Terikat: penderita hipertensi
2.      Variabel Bebas: kebiasaan merokok

E.     Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah
a.        Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah tingkat tekanan darah yang tinggi yang dapat menyebabkan suatu gangguan pada pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa tersumbat sampai jaringan tubuh. Hipertensi apabila tekanan darah diastolik >140 mmHg dan sistoliknya >90mmHg .
b.      Jumlah Rokok yang dihisap
Adalah banyaknya rokok yang dihisap penderita per hari. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden Jumlah rokok yang dihisap dikelompokan menjadi:
1)   Perokok Ringan bila menghisap rokok < 10 batang perhari.
2)   Perokok Sedang bila menghisap rokok 10-20 batang perhari.
3)   Perokok berat bila menghisap rokok >20 batang perhari.
c.       Cara Menghisap Rokok
Adalah cara atau sikap responden dalam menghisap rokok. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner cara menghisap rokok. Cara menghisap rokok dapat dikelompokkan menjadi:
1.      Menghisap dangkal yaitu begitu menghisap langsung dihembuskan
2.      Menghisap dimulut saja yaitu dihisap kemudian ditelan kedalam mulut.
3.      Menghisap dalam yaitu menghisap rokok dengan cara ditelan sampai kedalam kerongkongan.
d.      Lama Menghisap Rokok
Adalah waktu pertama kali merokok sampai dengan waktu penderita terdiagnosis sebagai penderita atau bukan penderita hipertensi. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner.
e.       Jenis Rokok yang dihisap
Adalah bentuk sediaan atau kebiasaan rokok yang dihisap oleh responden. Sediaan dalam bentuk non filter dan filter.

F.     Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini adalah:
1.      Pengumpulan bahan dan literatur.
2.      Survei pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien di Rumah Sakit Daerah Banjarbaru yang berusia 40 tahun keatas baik yang merokok maupun yang tidak merokok.
3.      Pemilihan sampel
Setelah didapatkan data survei pendahuluan, dipilih sampel penilitian yang berperan sebagai kasus yaitu pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru yang sudah merokok minimal 1 tahun dan merokok setiap hari minimal 1 batang per hari dan memilih sampel penelitian yang berperan sebagai control yaitu bukan perokok.
4.      Menjelaskan tujuan penelitian dan pemberian informed consent
Sebelum mengisi kuesioner, subjek penelitian diberi penjelasan tentang prosedur pelaksanaan penelitian, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Setelah memberikan penjelasan, peneliti mengajukan lembar informed concent yaitu untuk persetujuan dari subjek untuk mengikuti penelitian. Kemudian peneliti tetap berada dalam ruangan yang dijadikan tempat penelitian untuk menjawab pertanyaan yang mungkin diajukan oleh subjek penelitian.

G.    Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Calon peneliti melakukan pengambilan data primer dilakukan dengan metode penyebaran angket yang dipandu oleh peneliti dan observasi, penimbangan berat badan dan tinggi badan responden. Sedangkan data sekunder diambil dari bagian Rekam Medis Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Tahun 2012.

H.    Cara Analisis Data
Analisis data adalah pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa, sehingga dapat dibaca dan ditafsirkan. Analisa data dalam penelitian ini, menggunakan analisis bivariat. Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini kebiasaan merokok merupakan variabel bebas dan hipertensi merupakan variabel terikat. Analisa bevariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square (X2) dengan menggunakan α=0,05 dan 95% Confidence Interval (CI).

I.       Tempat dan Waktu Penelitian
           Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru selama bulan Maret 2012- Juli 2012.
Tabel 1.  Jadwal Penelitian Hubungan Jumlah Rokok yang Dihisap dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 Tahun ke Atas

Kegiatan
Maret 2012 – Agustus 2012
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Pengumpulan data awal dan referensi
X
X



Permintaan izin

X



Penyusunan Proposal
X
X



Konsultasi
X
X
X
X
X
Pengambilan data


X
X
X
Pengolahan data




X
Seminar KTI I

X



Seminar KTI II







J.      Biaya Penelitian
Rincian biaya penelitian sebagai berikut:
1.         Pengumpulan referensi                            : Rp.    100.000
2.        Pembuatan proposal                                 : Rp.    100.000
3.        Seminar KTI I                                          : Rp.    200.000
4.        Pengumpulan data                                   : Rp.    200.000
5.        Pengolahan data                                       : Rp.    450.000
6.    Seminar KTI II                                        : Rp.    300.000
7.    Pembuatan laporan akhir                          : Rp.    150.000
TOTAL BIAYA                                             : Rp. 1.500.000












Tidak ada komentar:

Posting Komentar